Kamis, Januari 15, 2009

Kick Andy dan Kepedulian Sosial Publik


oleh : Nilam Ramadhani

Barangkali, satu-satunya acara talk show yang menampilkan bintang tamu “tidak biasa” adalah Kick Andy. Karena pada umumnya, bintang tamu selalu dikaitkan dengan sosok fisik/tampilan yang perfectionist. Berbeda sekali dengan Kick Andy. Pada acara ini menyuguhkan sesuatu yang sama sekali kontras. Inspirasional. Kira-kira misi itulah yang ingin disajikan kepada para penontonnya.
Meskipun bintang tamu yang dihadirkan bukan selalu sosok yang “sempurna”, namun dibalik itu terdapat kekuatan yang sanggup menggugah sisi emosional. Maka tak sedikit para penonton -yang tanpa terasa meneteskan air mata haru kala mendengarkan rentetan kisah dari sang narasumber. Misalkan saja, kisah dari seorang Habibie Afsyah, anak remaja 20 tahun yang mengalami cacat “motoric neuron” sejak lahir namun berotak cerdas. Dengan segala keterbatasan fisik, Habibie sanggup menghasilkan uang jutaan rupiah tiap bulannya. Uang itu ia dapatkan dengan cara berbisnis di internet (e-business). Tentu saja, hal itu tidak serta merta terjadi. Semua dilakukan dengan dukungan doa, cinta-sayang, kerja keras, dan kasih tiada bertepi dari Sang Ibunda, Endang Setyanti.
Sedangkan pelajaran yang dapat dipetik dari kisah Habibie, mengajak kita untuk selalu optimis dalam mengarungi kehidupan. Hidup harus tetap dibarengi dengan ucap syukur kepada Ilahi. Dalam segala kekurangannya, Habibie tak pernah patah arang dan mengeluh dengan fisiknya. Berbekal kesabaran, kerja keras, dan ketekunanlah Habibie bisa mandiri secara finansial melalui hobinya selama ini : internet marketer. Bahkan, sekarang Habibie sering diminta untuk menjadi seorang motivator dalam berbagai seminar. Luar biasa!!
Yang tak kalah menarik adalah kisah Sang Kepala Sekolah yang memiliki profesi ganda, yaitu sebagai pemulung. Kepala Sekolah itu bernama Mahmud, S.Pd. Jelas saja, “sambilan” pemulung adalah pekerjaan yang dilakukannya karena terpaksa. Ditengah himpitan ekonomi, Pak Mahmud rela menjalani profesi pemulung untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Memang tidak mudah pada awalnya. Karena “sudah terbiasa”, akhirnya pekerjaan memulung sampah di TPA pun menjadi sebuah rutinitas. Tanpa menghiraukan bau busuk yang menyengat hidung, banyaknya lalat yang berseliweran menghinggapi, bapak tiga anak itu dengan sabar mencari dan memunguti sampah yang masih berdaya jual. Semua sampah-sampah “berharga” itu ia kumpulkan untuk kemudian dijualnya. Kalau dihitung-hitung, hasil penjualan sampah itu mungkin hanya cukup untuk makan sehari saja.

Tentunya masih banyak lagi kisah yang menginspirasi dalam acara Kick Andy. Karena contoh diatas adalah sebagian kecil saja. Setidaknya, sajian cerita yang diberikan, dapat menggerakkan kesadaran dalam diri kita. Yaitu tentang bagaimana memaknai kehidupan, selalu bersyukur, berubah menjadi lebih baik, dan melatih kepedulian sosial (social awareness).
Jika dicermati, “materi pelajaran” di Kick Andy sungguh bertolak belakang dengan kondisi sosial di masyarakat negeri ini. Utamanya para pejabat kita. Dengan semakin menjamurnya budaya korupsi, kolusi, nepotisme (KKN), hal ini menunjukan betapa minimnya arti sebuah kepedulian sosial.
Pejabat korupsi uang rakyat miliaran rupiah. Itu sama halnya dengan pengambilan hak-hak hidup orang banyak (baca : rakyat kecil). Di tengah upaya Pak Mahmud mempertahankan hidup dengan menjalani kepala sekolah-pemulung sekaligus, para elit teras dengan enaknya menilep uang rakyat demi mengenyangkan isi perutnya. Mereka (baca : pejabat kotor) tidak pernah berpikir, bagaimana teriknya panas yang dapat menghitam-legamkan kulit kala Pak Mahmud memungut sampah “berharga”. Sedang hasil menjual sampah tersebut, tidak sebanding dengan perjuangan yang mesti dihadapi. Bagi rakyat kecil, hidup tidak pernah mudah. Berjuang dengan keras adalah kunci agar perut tidak terus-terusan kosong.

Sepertinya, headlines dari berita yang mengabarkan tentang adanya korupsi uang, tidak pernah kunjung selesai. Ujung-ujungnya adalah keserakahan untuk memperkaya diri dan golongan. Yang parah lagi, saat ini pencurian uang kelas tinggi itu dilakukan secara berjemaah. Simak saja kasus aliran dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang hingga kini perkaranya belum kelar. Hal itu diperkirakan, karena masih adanya “calon-calon” tersangka lainnya yang turut menikmati uang haram tersebut. Ditengarai, dana senilai Rp 31 miliar itu mengalir ke sejumlah anggota DPR. Belum lagi kasus ratusan rekening liar “tak bertuan” yang ditemukan di sejumlah departemen pemerintah. Sungguh sangat ironis!
Tidak seperti para anggota dewan terhormat, sosok “Suster Apung” Rabiah misalnya, rela menempuh jarak berkilo-kilo meter menaiki perahu tradisional di tengah terjalnya ombak dan angin Laut Flores Sulawesi Selatan. Semua dilakukannya demi menolong warga sakit yang tidak terjangkau oleh penanganan tenaga medis. Jangan pernah bertanya tentang bayarannya, apalagi kalau disejajarkan dengan gaji anggota dewan. Karena semua dilakukannya dengan cinta dan sukarela, demi kesembuhan si pasien.
Keadilan seolah tidak pernah terjadi di negeri ini. Kalaupun ada, itu seperti barang langka. Tampaknya, semua bisa disetir bak permainan di atas papan catur. Garda depan/pion (baca : rakyat kecil) selalu yang menjadi korban pertamanya. Tak pernah ada pemecahan permasalahan yang mengedepankan kepentingan rakyat banyak. Mengapa para pejabat elit tidak pernah belajar dari kisah-kisah rakyat kecil yang disuguhkan di Kick Andy? Karena kebersahajaan, kepolosan, kepedulian, kekeluargaan, dan cinta kasih sesama, bersumber dari kehidupan wong cilik.
Mereka yang besar adalah mereka yang telah bermanfaat, dan berbuat banyak kepada sesamanya. Ironisnya, saat ini jabatan tinggi di dewan adalah salah satu tolak ukur “kebesaran” seseorang. Hal itu dibuktikan dengan maraknya iklan/kampanye politik di berbagai media dan di jalan-jalan menjelang Pemilu 2009. Tak lain, tujuannya untuk meraup suara sebanyak-banyaknya dari rakyat. Tapi bagaimana kinerjanya nanti setelah terpilih?? Tak tahulah…???
Salut atas perjuangan orang-orang terpinggirkan. Salut atas kemandirian orang-orang terkucilkan. Salut untuk mereka yang terbatas namun tak mau dibatasi. Tak salah kiranya kalau masyarakat belajar dari acara inspirasional Kick Andy. Berharap kondisi tanah air menjadi lebih baik. Semoga…

Cetak Halaman Ini

Posting yang Berkaitan