Rabu, Februari 17, 2010

Madura Go Open Source, Aku MendukungMu


oleh : Nilam Ramadhani

Berbicara IT, pastinya tidaklah terlepas dari apa yang kita kenal dengan hardware (perangkat keras) dan software (perangkat lunak) pada pemakaian sistem yang terkomputerisasi. Begitu meluasnya pemakaian komputer dewasa ini mengingat peran dan manfaatnya yang sangat signifikan terhadap kemajuan jaman. Untuk software, ada berbagai jenis yang dipakai sesuai dengan aplikasi kerja yang digunakan manusia. Mulai dari aplikasi pengolah kata, pemrograman, tabel, kalkulasi, hingga kepada Sistem Operasi (SO). Khusus untuk SO, ada banyak sekali yang telah kita pakai sehari-harinya. Sebut saja varian SO Microsoft Windows milik Bill Gates, GNU/Linux dengan ratusan distribusinya, Macintosh, dan sebagainya.

Namun kalau kita mau jujur, sudah adakah aplikasi proprietary yang selama ini kita pakai itu berlisensi? Konsekuensi dari software proprietary berlisensi adalah kita harus merogoh kocek yang cukup besar sehingga penggunaan aplikasi itu bersifat legal. Bagi mereka yang memiliki uang tebal, kendala harga mungkin tidak menjadi masalah. Namun bagaimana bagi pihak yang memperhitungkan masalah harga yang melambung tinggi? Karena pada kenyataannya, uang pengganti CD/DVD program orisinil proprietary tidaklah selalu murah.

Bagaimana kenyataan permasalahan ini di Madura? Faktanya, hanya sebagian kecil pihak saja yang memahami arti dari hak perlindungan hasil karya cipta/kekayaan intelektual (HaKI). Memang begitu dilematis jika penggunaan aplikasi langsung di switch menggunakan open source software (OSS) secara keseluruhan. Alasannya pun cukup sederhana, user tidak terbiasa dengan OSS. User masih “suka” menggunakan aplikasi yang sudah familiar sebelumnya karena beralasan lebih mudah dan user friendly. Namun jika penggunaan aplikasi tersebut tidak didasari pada penghargaan terhadap hasil karya cipta, atau lain katanya adalah pembajakan, apakah ini juga bukan masalah yang serius? User bisa dikenai sangsi hukum dan denda yang cukup berat.

Akan tetapi, sampai kapan hal ini akan dibiarkan berlangsung tanpa adanya inisiatif untuk mencari solusi terhadap maraknya penggunaan software bajakan yang notabene melanggar hukum itu? Disinilah kehadiran OSS diperlukan sebagai solusi murah meriah namun tanpa mengabaikan sisi reliabilitasnya. Memang akan dibutuhkan waktu dan sedikit dana sebagai investasi untuk membuat OSS menjadi familiar dan ramah bagi penggunanya.

Karena pada dasarnya, seluruh penggunaan software haruslah bersifat legal. Apalagi jika kita merujuk kepada Surat Edaran Menkominfo nomor 5/2005 tentang Pemakaian dan Pemanfaatan Penggunaan Piranti Lunak Legal di Lingkungan Instansi Pemerintah serta Surat Edaran Menkominfo nomor 01/2009 tentang Pemanfaatan Perangkat Lunak Legal dan Open Source Software. Maka sudah selayaknya semua pengguna, baik itu kelompok ataupun individu beralih ke perangkat lunak legal dan OSS. Tentunya, spirit untuk menghormati HaKI harus dibarengi dengan kemudahan akses dalam memperoleh software yang tidak hanya legal tapi juga murah dan handal.

Dengan OSS, masyarakat pengguna tidak hanya mendapatkan perangkat lunak yang legal, handal, dan murah, bahkan gratis tanpa biaya sedikitpun untuk membeli lisensi yang cenderung mahal. Sudah cukup banyak daerah percontohan/pemkab dan perusahaan -perusahaan yang menggunakan OSS sebagai media operasionalnya. Hal ini beralasan sekali, sebab selain faktor efisiensi, OSS sampai saat ini lebih tangguh terhadap serangan virus yang cukup memusingkan user.

Pertanyaannya, sudah sejauh mana OSS telah digunakan di seluruh lapisan, baik itu di instansi pemerintah, lembaga pendidikan, bisnis, dan perorangan? Diperlukan sebuah kerjasama yang harmonis memang untuk mewujudkan OSS menjadi memasyarakat ditengah-tengah kita. Minimal, kerjasama itu harus dibangun oleh kaum akademik (A=Academics), para pelaku bisnis (B=Business), dan pihak pembuat kebijakan alias pemerintah (G=Government). Dengan begitu akan tercipta iklim positif terhadap penggunaan OSS sebagai perangkat lunak yang legal, murah dan handal tentunya.

Lantas, target-target apa yang ingin dicapai dengan OSS sebagai bagian dari tools utama dibidang IT? Karena Indonesia adalah negara dengan tingkat penggunaan software ilegal mencapai 70 persen di tahun 2008 (hasil survei Asosiasi Piranti Lunak Telematika Indonesia (ASPILUKI)), maka harapan pertama adalah prosentase itu akan menurun. Jika itu yang terjadi, hal tersebut menunjukkan bahwa penetrasi OSS telah merata dan signifikan serta karena masyarakat juga mulai mengapresiasi HaKI. Harapan kedua adalah, akan memberikan alternatif software yang dapat dipakai oleh masyarakat luas secara legal, murah/terjangkau, dan handal. Alhasil, akan meningkatkan jumlah pengguna dari komputer.

Tidak ada kata terlambat untuk melakukan. Apalagi sejak pemerintah RI mencanangkan program Indonesia, Go Open Source (IGOS) sejak 30 Juni 2004 lalu melalui kesepakatan lima kementerian RI. Karena IGOS merupakan upaya untuk memberdayakan perangkat lunak untuk keperluan mendasar pemakaian komputer tanpa khawatir melanggar UU HaKI dan efisiensi terhadap mahalnya biaya lisensi software proprietary.

Lalu rekomendasi apa agar program IGOS ini tidak hanya sekedar wacana? Dibutuhkan kerjasama semua elemen masyarakat yang ada di Madura, utamanya oleh pemerintah kabupaten sebagai penentu kebijakan. Tanpa adanya dukungan dan kesadaran seluruh elemen ini, mustahil kiranya akselerasi penggunaan OSS akan meningkat. Sehingga adanya sebuah komitmen bersama, sumberdaya yang cukup, serta “niat baik” pemerintah setempat akan menjadikan gagasan ini terealisasi. Semoga..

Referensi : www.igos.web.id

Cetak Halaman Ini

Posting yang Berkaitan