Jumat, Mei 21, 2010

Pihak yang Harus Berperan dalam Membumikan IT


oleh : Nilam Ramadhani

'Teori tanpa praktik seperti belajar tanpa buku'. Sepertinya ungkapan tadi memang memiliki korelasi yang begitu kuat jika dikaitkan dengan dunia IT. Untuk menguasai IT, idealnya diperlukan sebuah konsistensi pembelajaran secara teoritis yang dibarengi dengan penerapan yang berkelanjutan. Karena tanpa dua upaya tersebut, sulitlah kiranya terjadi sinkronisasi keilmuan yang fokusnya adalah suatu aplikasi praktis.

Tidaklah berlebihan jika semua bidang kehidupan saat ini telah menggunakan implementasi IT. Era informasi telah mengubah pola dan cara manusia dalam mengaplikasikan sebuah tatanan kerja yang menuntut waktu yang singkat namun dengan tingkat akurasi tinggi. Dan IT adalah jawabannya. Pada tingkatan hilir (end user) mungkin sudah menjadi hal yang lumrah bahwa seorang tenaga profesional haruslah siap bersentuhan dengan IT di dalam lingkungan kerjanya. Namun bagaimana kondisi itu pada tingkatan hulu yang notabene adalah cikal bakal dimulainya seorang pribadi mengenal IT?

Disinilah perlunya membangun dan memperkuat terlebih dahulu fondasi tentang keilmuan IT kepada masyarakat/user. Memang pada kenyataannya, kebanyakan user masih 'memilih' untuk mengetahui IT secara praktis. Namun, IT yang sesungguhnya tidak sama dengan user sekedar bisa mengoperasikan komputer atau hanya menjadi seorang operator dan sejenisnya. Lebih dari itu, untuk memahami IT, user harus memiliki sudut pandang secara luas dengan melihat IT sebagai metode selain IT sebagai tren yang mutakhir.

Mengingat begitu pentingnya pemahaman tentang sudut pandang yang titik beratnya adalah IT, lantas seperti apa upaya yang harus diperbuat untuk memperkokoh fondasi keilmuan IT pada user? Setidaknya ada tiga pihak yang harus berperan dalam menyongsong tujuan itu. Pihak pertama adalah pemerintah setempat. Sebagai penentu dan pembuat kebijakan, pemerintah seyogyanya memberikan standar mutu tentang implementasi IT yang harus bisa diakses oleh seluruh lapisan masyarakat, utamanya daerah pelosok/terpencil. Mengapa? Dengan begitu cepatnya perkembangan teknologi -khususnya IT, hal tersebut juga menuntut terhadap akselerasi kesesuaian antara kemajuan teknologi dengan penguasaannya bagi pengguna. Dan itu bisa terjadi dengan mempermudah terhadap akses informasi kepada masyarakat/user. Dengan semakin banyaknya informasi yang bisa didapat oleh masyarakat -karena kemudahan akses tadi- maka secara perlahan hal tersebut akan mencetak knowledge based society, yaitu komunitas masyarakat yang menyandarkan segala sesuatunya kepada ilmu pengetahuan.

Pihak kedua yang harus berperan adalah sekolah / lembaga pendidikan. Pada level ini, pengguna lebih ditekankan pada sesuatu yang sifatnya teoritis dan praktis. Artinya, lembaga pendidikan harus mampu memberikan pengetahuan tentang IT pada user yang berdasarkan landasan teori serta pengimplementasiannya. Sehingga user dapat membandingkan hubungan dan kesesuaian antara teori dengan praktiknya. Dengan begitu, pemahaman user terhadap IT akan semakin mendalam sehingga menghasilkan pola pikir IT yang lebih komprehensif. Karena fakta di lapangan, kebanyakan user masih melihat IT sebagai tren yang mengalir begitu saja, sehingga hal ini dapat menciptakan iklim masyarakat yang pasif terhadap derasnya perkembangan IT. Dampaknya, akan terjadi gap/rentang yang cukup jauh terhadap penguasaan IT jika dibandingkan dengan masyarakat yang memandang IT sebagai peluang dan metode dalam memecahkan berbagai permasalahan (problem solving).

Pihak ketiga yang tidak kalah penting harus berkontribusi adalah level pengguna/user itu sendiri. Sebab, ketika misalnya dua pihak yang disebut sebelumnya dirasa kurang optimal dalam memberikan perannya, user harus mampu menjadi motor terakhir dalam membumikan IT. Untuk upaya ini, banyak sekali contoh konkrit dari masyarakat swadaya yang menjalin komunitas demi memajukan IT ditengah sulitnya akses terhadap pesatnya teknologi. Biasanya, komunitas ini terbentuk dari adanya kesamaan terhadap interest dan tujuan. Dari persamaan-persamaan itulah, masyarakat informasi mulai membangun inisiatif dalam memajukan IT dengan cara-caranya sendiri.

Terbukti, sumbangsih dari komunitas IT dapat berpengaruh secara signifikan. Apalagi dengan adanya jaringan internet yang menghubungkan user secara global. Kebanyakan dari komunitas ini mengkomunikasikan informasi itu secara online dengan memanfaatkan fasilitas internet, diantaranya blogging, group mailinglist, situs jejaring sosial, wiki, chat 'n video, e-journal, dan sebagainya. Dari situlah IT bisa diperkenalkan lebih jauh, bahkan secara multimedia.

Maka, sudah selayaknya ketiga pihak diatas bersinergi dalam rangka membumikan IT. Sehingga kolaborasi itu akan menghasilkan suatu pencapaian ideal terhadap implementasi bidang IT. Bukankah arah dari industrialisasi Madura ke depan pasca-Suramadu mencakup di dalamnya sebuah otomatisasi sistem? Oleh karena itu, penting kiranya membangun sebuah pemahaman akan perlunya penguasaan teknologi guna memajukan mutu kehidupan di Madura. Semoga..

Cetak Halaman Ini

Posting yang Berkaitan