Selasa, Oktober 20, 2009

Mengoptimalkan Peran Lembaga Pendidikan Tinggi di Madura Menyambut Suramadu


oleh : Nilam Ramadhani

Melihat lagi tujuan dibangunnya Jembatan Suramadu sesuai Keppres No 79 Tahun 2003, yaitu untuk lebih meningkatkan pembangunan di Pulau Madura, sebagai upaya dalam memacu perluasan kawasan industri, perumahan, dan sektor lainnya, serta mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat dengan menghubungkan Pulau Jawa dan Madura.

Tujuan ini tentu saja termasuk didalamnya adalah sektor pendidikan di wilayah Madura. Oleh karena itu, perlu adanya peran yang signifikan dari seluruh lembaga pendidikan di Madura dalam upaya untuk menyongsong dinamika serta akselerasi perubahan pembangunan yang akan berlangsung.

Di Madura sendiri, sudah mulai banyak bermunculan lembaga-lembaga pendidikan (baik yang baru berdiri dan yang lawas) yang masih dibawah naungan yayasan atau swasta. Harapannya, semua lembaga pendidikan tinggi khususnya di Madura juga harus peka terhadap perubahan pembangunan pasca Suramadu ini.Tidak terlepas juga pada unit jurusan yang berkenaan dengan teknologi dan informasi. Sebab teknologi informasi dewasa ini bisa dikatakan memiliki rating perubahan yang begitu cepatnya. Dengan terus dikembangkannya model rekayasa terhadap perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware), hal itulah yang membuat dunia teknologi informasi selalu up to date dalam perjalanannya.

Pembangunan Jembatan Suramadu sepanjang 5,4 km yang menelan biaya sekitar Rp 4,5 triliun janganlah hanya dijadikan simbol kebanggaan baru masyarakat Madura saja. Jembatan Suramadu haruslah dijadikan pompa pemicu bagi Perguruan Tinggi (PT) -khususnya, untuk terus berbenah diri. Dengan adanya Suramadu, idealnya mobilitas akses pembangunan segala sektor akan semakin cepat. Hal itulah yang patut disadari bagi sebuah lembaga PT untuk dapat “mengimbangi” pesatnya arus informasi ditengah jaman yang serba datar seperti saat ini. Apalagi era globalisasi sudah tak lepas dari media elektronik berbasis internet.

Jembatan Suramadu pastinya akan memberikan manfaat terhadap sisi kehidupan di Madura. Namun sebelum membicarakan tentang manfaat, mestinya dipikirkan terlebih dahulu persiapan dan upaya apa sajakah yang dapat mengoptimalkan manfaat yang bakal diperoleh. Alih-alih Jembatan Suramadu memberi manfaat, kalau sumberdaya di Madura belum direvitalisasi dan dieksplorasi, akan dapat apa dari Suramadu? Yang ada malah masyarakat Madura tetap jadi penonton dan “pekerja kelas dua”.

Tentu hal diatas sangat tidak diinginkan. Oleh karenanya, hal pertama yang perlu dibenahi adalah masalah sumberdaya, utamanya sumberdaya manusia (SDM) di Madura. Masalah SDM adalah perihal yang begitu mendasar bagi sebuah perubahan akan kemajuan yang progesif. Jika di Madura telah memiliki sederet SDM yang mumpuni terhadap “tuntutan” pembangunan pasca Suramadu, tentunya akan begitu banyak manfaat yang bakal dirasakan. Namun bagaimanakah jika SDM di Madura benar-benar belum siap “menerima” arus perubahan dari Suramadu?

Dari tinjauan itulah sebenarnya letak peran lembaga PT yang harus dioptimalkan. Dalam sudut pandang dunia pendidikan, SDM yang berkualitas setidaknya harus memiliki ciri “berbudaya akademik”. Yaitu sikap hidup yang ditandai oleh keinginan serta usaha untuk mengetahui sesuatu yang baru dan benar untuk memajukan ilmu pengetahuan (Mochtar Buchori, 2005). Masih menurut Mochtar Buchori, dalam kehidupan ilmiah budaya akademik ini menjadi sumber dari tiga jenis kegiatan, yaitu 1). Kegiatan mencari pengetahuan baru secara terus-menerus; 2). Kegiatan mencari kebenaran secara terus-menerus; dan 3). Kegiatan menjaga secara terus menerus, agar ilmu pengetahuan yang dikembangkan tidak dicemari oleh kepalsuan dan kebohongan.

Maka, jika sebuah lembaga PT membiasakan diri terhadap “budaya akademik” yang baik di dalam lingkungan civitas akademikanya, tentu impian memiliki SDM lokal handal bukanlah sebuah isapan jempol. Memang harus ada beberapa langkah terapan untuk merealisasikannya. Setidaknya, PT harus terus membenahi kurikulum yang barangkali sudah tidak relevan lagi terhadap output lulusan bagi permintaan industri/dunia kerja.

Sebagaimana Prof. Dr. S. Nasution memaparkan dalam bukunya, Asas-Asas Kurikulum, bahwa isi kurikulum harus senantiasa dapat berubah sesuai dengan perubahan masyarakat. Karena kurikulum harus dinamis, dan ini hanya mungkin dengan bentuk kurikulum yang fleksibel, yakni yang dapat diubah menurut kebutuhan dan keadaan.
Dengan begitu akan terciptalah sebuah sinkronisasi kurikulum dunia akademik/pendidikan dengan “kurikulum” dunia industri. Hal ini akan terjadi jika (salah satunya) PT memahami sudut pandang industri terhadap kebutuhan SDM. Karena tentu saja, SDM yang baiklah yang akan terserap dalam dunia kerja. SDM yang baik disini berarti harus siap kerja, memiliki kemampuan akan keterampilan mumpuni, dan mengetahui tentang perkembangan teknologi industri dan informasi.

Upaya diatas begitu penting dilakukan, mengingat berbagai masalah pelik yang semakin menumpuk terkait bertambahnya jumlah pengangguran kalangan terdidik (baca : sarjana), berawal dari tidak sinerginya sistem perkuliahan yang diterapkan di dalam kampus, dengan kriteria profesi yang diinginkan oleh perusahaan penyedia lapangan kerja. PT juga harus selalu mengevaluasi program studi/jurusan yang mengalami kejenuhan dan dirasa tidak memiliki relevansi terhadap kebutuhan industri di tengah ketatnya persaingan kerja. Seharusnya, PT juga perlu membuat peta kebutuhan kerja jika ingin membuat program studi/jurusan baru. Karena jika diabaikan, beberapa faktor diatas justru akan dapat memicu semakin bertambahnya pengangguran terdidik yang ada.

Namun yang tidak kalah pentingnya adalah, PT juga harus dapat membekali dan memfasilitasi peserta didiknya dengan pengetahuan dan pengembangan kewirausahaan, utamanya yang berbasis teknologi (technopreneurship). Selain mempersiapkan SDM yang profesional, PT juga harus mampu memberi alternatif solusi yang justru dapat menciptakan lapangan pekerjaan secara mandiri. Hal ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan PT dengan perusahaan penyerap tenaga kerja. Dengan lebih menggiatkan kegiatan technopreneurship, para peserta didik tidak perlu cemas jika sudah lulus nantinya. Karena, para lulusan ini telah sanggup untuk menciptakan lapangan kerja sendiri.

Semuanya memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Boleh idealis, tetapi harus realistis. Ada banyak proses yang harus dilalui dalam pencapaian itu. Untuk itulah, semua pihak harus memberikan perannya. Karena sebagai sebuah civitas akademik, dukungan dari seluruh elemen kampuslah target-target diatas akan terpenuhi. Semoga…

Selamat datang Suramadu, selamat datang industrialisasi, selamat datang perubahan…

Cetak Halaman Ini

Posting yang Berkaitan



Nilam Ramadhani mengatakan...

thank you too for your appreciate and for come by to my blog..