Kamis, November 13, 2014

Mendorong Percepatan Pembangunan Wilayah Suramadu Melalui Sektor Pariwisata dan Industri Kreatif Berbasis Sosio-Kultural Madura

oleh : Nilam Ramadhani

Meski Jembatan Suramadu sudah diresmikan sekitar lima tahun lalu yakni pada 10 Juni 2009 kala itu oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dampak pembangunan jembatan sepanjang 5,4 km itu belum sepenuhnya memenuhi harapan. Tujuan dibangunnya Jembatan Suramadu sesuai Keppres Nomor 79 tahun 2003, memiliki sasaran pertumbuhan ekonomi dan pembangunan serta perluasan kawasan industri dan perumahan. Memang, setidaknya pertumbuhan pada sektor jasa transportasi darat yang mengakses jembatan Suramadu sudah cukup signifikan. Akan tetapi, sasaran utama yang ingin dicapai belumlah menemui hasil yang optimal.

Ekspektasi dari pembangunan jembatan Suramadu memang sangatlah besar. Hal ini cukup beralasan mengingat latarbelakang dari keadaan ekonomi masyarakat Madura secara umum masih pada taraf kurang sejahtera. Untuk mempercepat roda pertumbuhan ekonomi masyarakat Madura ternyata tidak cukup hanya sekedar dibangun jembatan yang menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Madura itu saja. Perlu adanya kajian mendalam dan upaya yang lebih terencana,terkonsep,serasi dan teraplikasi pasca pembangunan jembatan ini. Upaya yang dilakukan seyogianya memanfaatkan segala potensi yang ada terutama pada kedua sisi wilayah yang akan diproyeksikan kedepannya.

Pertama, pada tataran konsep makro. Rencana strategis pengembangan wilayah hendaknya harus memenuhi unsur tata ruang wilayah yang baik atas dasar aspek teoritis dan pengalaman empiris. Pada ruang lingkup Suramadu, hal ini meliputi hubungan sebab akibat antara faktor fisik/geografis, sumber daya alam, sosial-ekonomi dan budaya. Dari faktor-faktor yang ada hendaknya dilakukan perpaduan/integrasi agar tujuan dari pembangunan yang berkelanjutan itu tercapai. Sebagaimana diketahui bahwa secara geografis Pulau Madura sejatinya memiliki potensi letak yang cukup strategis terhadap akses. Kekayaan sumber daya alam Madura juga melimpah seperti minyak dan gas bumi,mineral,laut dan garis pantainya,dll. Ditambah dengan unsur budaya masyarakat Madura yang unik dan kental yang dapat menjadi corak tersendiri.

Pemanfaatan dan pemberdayaan potensi daerah sangat penting bagi pengembangan wilayah itu sendiri. Dengan mengacu pada keadaan sosio-kultural religius Madura, konsep awal dari grand design yang akan dicetak tidak bisa dipisahkan dan tidak boleh mengubah ‘wajah’ asli dari Madura. Dengan bersandar pada hal tersebut, berbagai ide kreatif yang diperoleh untuk meningkatkan percepatan pembangunan wilayah sekitar Suramadu menjadi lebih sinergi. Sebagai contoh Madura kaya akan sejarah seni,kerajinan,budaya, dan kulinernya. Madura punya batik,tarian dan adat tradisional, kerajinan tangan, kuliner khas, dan masih banyak lagi kecirian yang bisa dilekatkan dengan Madura. Jembatan Suramadu saat ini sudah menjadi magnet bagi wisatawan. Bayangkan jika magnet tadi diperkuat dengan pemberdayaan pada sektor pariwisata dengan keunikan dan kecirian Madura sebagai materialnya. Sehingga sektor pariwisata dapat dibangun melalui elemen-elemen tadi yang juga dapat menjadi prioritas utama dalam percepatan ekonomi masyarakat Madura selain opsi yang sudah dilakukan sebelumnya.

Suramadu sebagai tujuan wisata merupakan komoditi yang dapat berdampak komersil. Secara tidak langsung sektor pariwisata Suramadu ini dapat membuka industri kreatif sehingga bisa menyerap tenaga kerja yang signifikan jumlahnya. Tentu serapan tenaga kerja ini harus mengutamakan putra daerah dengan sembari pemerintah memberikan pelatihan ketrampilan yang terorganisir. Dengan begitu diharapkan perekonomian masyarakat Madura akan mengalami pertumbuhan dan kenaikan. Jadi peran jembatan Suramadu disini sebagai infrastruktur untuk fasilitas percepatan dan mobilitas akses terhadap perkembangan pembangunan industri kreatif dan pariwisata di Madura.

Untuk lebih mengoptimalkan hasil, pihak terkait sebaiknya juga melakukan studi banding ke daerah-daerah yang potensi wisatanya sudah dikelola dan tertata dengan baik. Tujuannya agar mendapatkan gambaran tentang opsi objek wisata yang akan dibuat dengan memerhatikan potensi yang dapat diberdayakan. Misalnya museum seni dan budaya, wahana taman bermain, rumah makan, perpustakaan, pasar oleh-oleh dan cinderamata, penginapan dan rest area, dan masih banyak lagi objek yang bisa dimunculkan. Termasuk juga rajin melakukan reklamasi dan pencitraan tentang kepariwisataan di Madura.

Selain itu, konsep perlu dimatangkan dengan melakukan analisis Strengths (kekuatan/kelebihan), Weaknesses (kelemahan), Opportunities (peluang), dan Threats (ancaman) pada semua variabel masukan, proses, dan luaran pada pencanangan tersebut. Sebab dari analisis SWOT itu akan didapatkan hasil telaah ilmiah yang lebih komprehensif dari semua kemungkinan-kemungkinan yang ada. Namun semua itu harus tetap bermuara kepada kearifan lokal yang merupakan stereotip Madura.

Kedua, pada tataran implementasi. Setelah semua kebutuhan sudah diidentifikasi dan matang, akan lebih memudahkan dalam merealisasikan semua konsep yang telah dibuat dan direncanakan. Pada tahap pelaksanaan ini harus melibatkan semua pihak yang berkompeten dibidangnya masing-masing. Dengan meramu semua ide yang masuk dari semua pihak, akan memberikan rumusan yang logis dan terukur terhadap masukan dan hasil yang ingin dicapai. Meskipun pemerintah setempat sebagai pemberi kebijakan, namun pemerintah dalam hal ini tidak bisa bekerja sendiri. Harus ada pihak eksternal yang perlu diajak untuk terlibat dalam pelaksanaan konsep. Dibutuhkan juga sebuah komitmen yang harus disepakati bersama dalam rangka men-sinkronkan ide dan pemikiran tadi.

Pihak yang perlu memberi peran bagi pelaksanaan konsep ini setidaknya adalah Akademis, yaitu pihak dari kalangan pendidikan atau perguruan tinggi. Sumbangsih yang diharapkan adalah dapat memberikan kajian teoritis dan praktis dari konsep yang akan dibangun. Pihak selanjutnya adalah Bisnis/Pengusaha/Investor sebagai penyangga modal dan pembiayaan sementara. Dari sekian objek pariwisata dan target yang diinginkan, pemerintah setempat harus bisa mengajak dan menarik para investor untuk melakukan kerjasama dan investasi yang dapat menguntungkan kedua belah pihak. Agar konsep dan pelaksanaannya bisa diterima dan serasi dengan adat dan budaya Madura, perlu juga melibatkan pihak Society yaitu kelompok masyarakat adat dan para ulama Madura.

Pada pelaksanaannya, harus ada monitoring terhadap progres kerja yang dilakukan oleh pihak terkait. Hal ini untuk memastikan bahwa apa yang sudah dikerjakan sudah sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Jangan sampai konsep matang yang sudah disepakati oleh semua pihak pada realisasinya keluar dari jalur rencana.

Pada tahap akhir adalah evaluasi. Evaluasi merupakan tahapan yang harus dilakukan secara kontinyu dan berkala, mengingat konsep matang belum tentu sudah sempurna. Dinamika juga kadang membutuhkan penyesuaian terhadap kebutuhan oleh pengguna. Karena tidak menutup kemungkinan sektor yang sudah berjalan perlu dilakukan perombakan dan perbaruan akibat tidak memenuhi target dan sudah tidak relevan lagi. Evaluasi hendaknya dilakukan pada semua lini dan parameter karena perlu adanya kalkulasi mengenai cost and benefit pada objek dan sektor yang sudah berjalan.

Mudah-mudahan sedikit pemikiran ini dapat memberi sumbangsih manfaat bagi Madura. Berharap semua yang teraplikasi tetap pada bingkai religius,hijau,tertata apik,ramah lingkungan dan ramah terhadap pengguna. Semangat perubahan ini barangkali selaras dengan filosofi dari lirik lagu Pajjhar Lagghu berikut :

    Pajjhar lagghu arena pon nyonara. 
    Bapa’ tane se tedung pon jhagha’a. 
    Ngala’ are’ ben landhu’ tor capengnga. 
    A jhalananna ghi’ sarat kawajiban. 
    Atatamen mabannya’ hasel bhumena. 
    Mama’mor nagharana tor bangsana.

Semoga..
(Pamekasan, November 2014)

Cetak Halaman Ini

Posting yang Berkaitan