Sabtu, November 01, 2008

Membuat Kampus Dicintai 'Penduduknya'

oleh : Nilam Ramadhani

Belakangan ini, sering kita mendengar dan membaca berita tentang berbagai protes / demo yang dilakukan oleh mahasiswa terhadap kampusnya. Kebanyakan protes itu dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan, utamanya masalah ketidaksesuaian iuran dengan pemberian fasilitas perkuliahan. Sebagian lagi menilai tidak adanya transparansi pengelolaan keuangan, sehingga kampus dinilai tidak terbuka dalam hal dana.
Kalau melihat fenomena dunia pendidikan tinggi kita saat ini, sungguh sangat bertolakbelakang terhadap tujuan dibangunnya institusi pendidikan itu. Banyak kejadian yang mencoreng nama baik sebuah Perguruan Tinggi (PT). Kejadian seperti adanya mahasiswa fiktif di salah satu PTN di Semarang, kasus pemalsuan ijasah di sebuah PTS di Surabaya, biaya masuk PTN yang tinggi, dan lainnya adalah sejumlah “barang bukti” bahwa fungsi kampus sudah bergeser dari track yang sebenarnya.
Mengapa hal itu terjadi? Semua pasti ada penyebab yang mendasarinya. Seharusnya, hal tersebut diatas tidak perlu ada. Hal inilah yang membuat seluruh civitas akademika menjadi “tidak betah” lagi “hidup” di kampus. Jelas saja, kasus itu dapat mencoreng muka dengan mudahnya. Pihak yang lain juga pasti mendapat cipratan getahnya. “Penduduk” kampus yang sejatinya mencintai institusinya, malah dibuat kalang kabut oleh perilaku sejumlah oknum birokrat kampus.
Kampus semestinya dapat menciptakan iklim internal yang kondusif. Semua prosedur dan sistem yang berjalan harus dilaksanakan secara amanah. Jika sudah terjadi penyelewengan hak dan kewenangan, siap-siap saja kampus akan “ditinggal” oleh “pengikutnya”. Hal inilah yang mesti diwaspadai, mengingat fungsi kampus adalah untuk mencerdaskan masyarakat yang peduli akan keberlangsungan pendidikan.
Karena elemen kampus itu terdiri dari pihak pengelola (rektorat,dosen,administrasi) dan mahasiswa, maka keduanya seharusnya “menjalin” hubungan baik. Keduanya harus bisa saling bahu membahu demi kemajuan dan keberlangsungan sebuah PT. Karena dengan demikian, reputasi dari sebuah kampus dapat terjaga, sehingga image-branding yang sudah melekat di masyarakat akan terpelihara.
Membuat kampus dicintai “penduduknya” memang membutuhkan sebuah upaya yang didasari oleh hati nurani. Karena pada dasarnya, penyelewengan fungsi PT berawal dari sikap dan perilaku yang tidak berhati nurani. Semata-mata para birokrat kampus hanya ingin meraup sejumlah keuntungan daripada melestarikan budaya akademik kampus yang orientasinya pembelajaran secara ilmiah.
Beberapa upaya yang harus dilakukan adalah dengan mendengarkan uneg-uneg yang mungkin ada dan dikeluhkan oleh mahasiswa. Segala kebijakan kampus yang diterapkan setidaknya harus dapat menjunjung tinggi kebaikan bersama. Untuk itulah, proses hearing itu dirasa perlu. Dengan banyak mendengar, maka segala pertimbangan sebelum sebuah keputusan dikeluarkan, akan lebih menyentuh kepada realita yang terjadi di kampus. Jadi jangan hanya bicara, pihak kampus juga harus mahir dalam mendengarkan!
Selain itu, penataan akhlaklah sebenarnya yang paling utama. Jika orientasinya adalah untuk memperkaya diri, dapat dipastikan tingkat moralitas pengelola kampus sudah buruk! Opini tentang education for business (baca : pendidikan sebagai barang dagangan) di lingkungan PT akan selalu menjadi lingkaran setan jika pembenahan moral ini tidak segera ditata. Untuk itu, perlu diganti budaya birokrasi yang bobrok dengan para pengelola kampus yang betul-betul memiliki komitmen kuat demi kemajaun dan kebaikan kampus.
Untuk para dosen, mahasiswa adalah subjek bukan objek. Artinya, keduanya harus dapat menjalin hubungan tanpa adanya gap yang terkesan eksklusif. Memposisikan mahasiswa seperti rekan kerja /sparing partner di kampus dapat memicu gairah belajar dan respect keduanya semakin meningkat. Tentu saja keduanya harus dapat memposisikan diri, bekerja sama secara profesional dan proporsional, mengerti segala hak dan kewajibannya, serta bertanggungjawab terhadap tugas yang diembannya.
Karena kesan yang beredar saat ini, dosen adalah seseorang yang susah diajak diskusi, sulit ditemui (dengan sejumlah alasan), killer, jual mahal, dan jauh dari mahasiswa. Perlu diketahui, hal tadi sebenarnya sudah sangat tidak relevan. Untuk membangun respect, tidak perlu sulit menebar senyum, bertegur sapa, berkawan dengan mahasiswa, dan mempersulit konsultasi. Cukup dengan melayani sepenuh hatilah, respect bisa terwujud. Seorang pemimpin sejati adalah seseorang yang mau dan sanggup melayani pengikutnya tanpa pamrih.
Karena bagaimanapun, mahasiswa juga butuh sosok yang dapat mengayomi-tut wuri handayani- dan dijadikan tauladan dalam bersikap dan berperilaku (attitude). Dengan proses yang seperti ini di setiap harinya, diharapkan dapat memicu dan memacu mahasiswa untuk mencintai kampusnya – dengan segala kekurangan dan kelebihannya.
Tak terkecuali mahasiswa, peran sertanya juga sangat diperlukan. Utamanya dalam hal peningkatan prestasi akademik. Ketika ada mahasiswa yang mengkritisi akan sebuah kebijakan kampus, hendaknya harus diawali oleh sikap introspeksi diri untuk selalu menyelesaikan permasalahan dengan musyawarah/dialog. Maksudnya, jangan hanya lantang memprotes dan mendemo kampus, jika masih memiliki catatan akademik yang buruk! Perlu adanya sebuah kesesuaian antara prestasi akademik dengan kiprah menjadi seorang aktivis kampus.
Artinya, perlu sebuah konsistensi terhadap kompetensi utama akan bidang ilmu yang diambil. Jika seseorang memiliki prestasi akademik yang bagus, maka tingkat kritisi yang dilontarkan akan semakin tajam dan lantang! Tapi jika tidak didasari dengan prestasi akademik yang berimbang, suara itu bagaikan tanpa daya dorong sama sekali.
Maka sudah saatnyalah sekarang seluruh elemen kampus mencitrakan diri sebagai bagian dari perubahan. Bukan untuk siapa, tapi demi kebaikan dan kebermanfaatan bersama. Jika hal itu sudah diwujudkan, alasan apalagi yang membuat “penduduk” kampus tidak “betah” lagi dengan “habitatnya” ??

Cetak Halaman Ini

Posting yang Berkaitan



Nenkudo mengatakan...

betul betul betul

Tulisan-tulisan bapak benar-benar real dan bagus. Salut

Nilam Ramadhani mengatakan...

terimakasih,maaf baru merespon :)