Minggu, Oktober 19, 2008

Yang Hilang; Sebuah Persembahan Terakhir

oleh : Nilam Ramadhani

Pada hari Kamis, 16 Oktober 2008 lalu langit seakan menjadi begitu hitam kelam. Karena mendung berbondong-bondong menutupi terangnya cahaya matahari. Angin tak lagi mau meniupkan dirinya yang senantiasa memberi kesejukan hari. Embun pagi begitu cepatnya pergi menguap bersama terik yang keringkan dahan ranting…Suara alam seketika menjadi bisu tanpa mau menjawab segala tanda tanya besar yang terbersit di benak pikiranku.
Innalillahi Wainnailaihi Rojiun, telah berpulang ke Rahmatullah, Ayahanda Tercinta, Eddy Margono dalam usia 61 tahun. Semoga amal ibadah Beliau diterima disisi-Nya dan segala kesalahan dan khilaf dapat dimaafkan oleh-Nya, Amin.
Segala yang bernyawa pasti akan menemui ajalnya. Dari tanah kembali ke tanah. Setidaknya itulah pelajaran hidup yang mesti kita ingat di setiap saatnya.
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran” (QS Al-Ashr : 1-3).
Seakan pertemuan selama ini terasa belum cukup mengganti segala kerinduan karena kehilangan sosok yang dicintai.
Segala khilaf dan dosa kami semoga dimaafkan oleh “Yang Hilang”. Semua seakan tak percaya melihat kenyataan yang begitu cepatnya membawa orang yang kami cintai pergi tuk selamanya. Itulah rahasia Ilahi, manusia tidak akan pernah bisa merubah keputusan-Nya. Karena Dialah Yang Maha Mengetahui.
Banyak kesan yang Beliau goreskan, banyak pelajaran hidup yang Beliau curahkan. Memang bagi yang lain Kau bukanlah siapa-siapa..tapi bagiku Kau adalah pahlawanku, sekaligus lilin kecilku yang sanggup menerangi pekatnya malam. Banyak pelajaran hidup yang kutimba darimu.
Tak perlu dengan kekerasan seseorang harus bisa menjadi orang yang memiliki kesadaran diri. Tapi bagiku, Kau adalah sosok yang sanggup membuatku menemukan “God Spot” (meminjam istilah Ary Ginanjar Agustian) dalam diri yang dipenuhi dengan sederet dosa. Karena itulah, hidup tidak hanya sekedar menggali ilmu, akan tetapi lebih kepada membangun hubungan sesama manusia (hablumminannas) dan hubungan kepada Sang Khalik (hablumminallah).
Tidak perlu banyak bicara dengan rentetan istilah-istilah ilmiah rumit yang membingungkan, tak perlu menunjukkan berjubel gelar-gelar keduniawian, tidak dengan menunjukkan tampilan fisik yang mengelabui, tapi cukup dengan satu kata : “Kesederhanaan”. Seorang ulama menyatakan, “Orang pintar sanggup menyederhanakan”. Kesederhanaan membuat hidup lebih ringan. Tentu saja, kesederhanaan ini harus dilandasi dengan pijakan berpikir ilahiyah.
Tanpa adanya kecerdasan spiritual, segalanya akan menjadi buram dan menyesatkan. Kebanyakan manusia mementingkan keegoisan diri karena telah merasa “sempurna”. Bagi yang diberi kelebihan akal dalam berpikir, menganggap orang yang “sederhana” tidak tahu apa-apa. Kadang kita lupa, bahwa pengalaman adalah guru yang paling baik!
Ketika seorang manusia menggabungkan God Spot dengan pengalaman hidup yang dialaminya -apapun hasilnya, hal itu akan menghasilkan sikap tawakkal / berserah diri kepada-Nya.
“… Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…” (QS Ar Ra’d :11).
Contoh yang paling baik adalah dengan memberi tauladan dalam berbuat dan bersikap. Dalam ESQ Power karya Ary Ginanjar Agustian, hal itu dalam praktik kesehariannya harus senantiasa mendahulukan sikap adil (fairness), bertanggungjawab (responsibility), kepercayaan (accountability), keterbukaan dan kejujuran (transparency), serta kepedulian sosial (social awareness).
Maka senyampang kita masih diberi nikmat dalam bernafas, dianugerahkan akal untuk berpikir, kesehatan dalam raga, waktu yang tersisa, serta iman…gunakanlah sebaik-baik untuk mencari Surga-Nya. Manusia tak luput dari kesalahan dan khilaf, untuk itu saling mengingatkanlah kita ketika iman mulai tergelincir, dan mintalah petunjuk jalan yang lurus kepada-Nya.
“Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau berikan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang Engkau murkai dan bukan pula (jalan) mereka yang sesat” (QS Al Fatihah : 6-7).
Bagaimanapun, manusia harus memiliki pegangan hidup yang sanggup menghantarkannya kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Tidak bisa ditawar lagi, segala sumber kebenaran itu datangnya dari Allah. Tanpa keraguan, manusia harus menerima dan melaksanakan apa yang menjadi dorongan fitrahnya selama hidup di dunia.
“Kebenaran itu dari Tuhanmu, maka janganlah engkau termasuk orang-orang yang ragu” (QS Al Baqoroh : 147).
Sumber petunjuk manusia (hudalinnaas) itu sudah termaktub dalam sebuah Kitabullah. Manusia kadang lalai akan fitrahnya. Diperlukan sebentuk upaya “menyadarkan diri” yang berlandaskan God Spot dalam proses pencarian kenikmatan spiritual. Hal ini akan sangat berhubungan dengan fitrah manusia yang lain, yaitu mati! Bagi yang mengingat mati, hal ini akan menjadi penggerak utama qalbu dan jasad manusia untuk tetap selalu istiqomah dalam menjalankan agama yang kaffah (totalitas). Karena kehidupan dunia hanyalah sebuah cobaan belaka. Ketika kejadian di dunia ditafsirkan dengan mengingat Hari Akhir, sejatinya hal itu akan menjadikan manusia berlomba-lomba berbuat kebajikan.
Tapi itulah manusia, penuh kelemahan, tak pernah bisa mengambil hikmah dari realitas hidup. Hanya dengan seruan yang tak bosan-bosannyalah kita sesama manusia harus saling mengingatkan. Kembali lagi, semua yang bernafas pasti akan mati! Maka, renggutlah surga itu dengan niat ikhlas, doa tiada henti, ikhtiar yang terencana, serta tawakkal akan semua hasil yang terjadi. Awalannya, adalah kembali ke jalan Tuhan…
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha, lagi diridhai-Nya. Maka masukklah ke dalam jama’ah hamba-hambaku, dan masuklah ke dalam surga-Ku” (QS Al Fajr : 27-30).

Wassalam…
Cetak Halaman Ini

Posting yang Berkaitan



LITA WAKIYATANIA HIDAYATI mengatakan...

Innalillahi Wa Inna Ilaihi Roji'un...
Turut berduka cita ya, Mas, atas meninggalnya ayahanda.

Nilam Ramadhani mengatakan...

terima kasih ya atas simpatinya, semoga dihitung ibadah oleh-Nya,amiin..

Raden Fahmi mengatakan...

semua milik ALLAH, dan Kita semua pasti akan kembali padanya!sebelumnya saya mengucapkan turut berduka cita yg sedalam-dalamnya atas meninggalnya Bapak.saya sedikit akan memberi comment tentang sosok seorang alm.bapak EDI MARGONO.lama saya sudah mengenal beliau, tepatnya sejak saya masih SMA kelas 1. beliau adalah ortu dari salah satu teman saya,atau bahkan sahabat, atau bahkan saudara saya.beliau kalo dilihat dari luarnya saya acungi jempol GAUL man n easy coming buat anak muda yg sebaya anaknya.dan yg gak buat aku lupa semasa hidupnya adalah kesederhanaan beliau dan bila ngasih tau ke kita2 (istilahnya)beliau tidak berusaha menggurui dan hanya sedikit kata2 yg terlontar tetapi langsung menohok kita2.dan untuk terakhir kalinya saya ucapkan terima kasih kepada beliau yg sudah saya anggap bapak saya sendiri selamat jalan dan semoga beliau dapat tempat yg terindah disisi-NYA amienn...