Minggu, September 14, 2008

Menggali Sedimentasi Potensi Lembaga Pendidikan

Oleh : Nilam Ramadhani *)


Jika menilik fungsi dari lembaga pendidikan tinggi, maka tentu saja yang terlintas adalah sebuah pengabdian lembaga terhadap masyarakat luas pada bidang implementasi keilmuan. Tujuannya agar dapat menunjang kemajuan bangsa yang dapat dilakukan melalui penelitian / riset yang berkelanjutan / kontinyu. Jika hal ini direalisasikan, bukannya tanpa sebuah persiapan yang matang, akan tetapi telah melalui tahapan-tahapan proses panjang yang saling menopang. Oleh karena itu, lembaga pendidikan tinggi dituntut untuk memiliki terobosan-terobosan (breakthrough) dan memberi stimulus agar dapat meningkatkan level daya saing yang sehat antar lembaga pendidikan, dan kelulusannyapun dapat diterima di masyarakat.
Akan tetapi, secara umum hal itu masih dalam taraf “wacana” dan seolah “jalan di tempat” tanpa ada tindakan nyata. Hal ini ditandai dengan stagnasi prestasi, minimnya karya-karya ilmiah orisinil yang muncul (bahkan tidak ada), keahlian/skills anak didik yang tanggung, dll. Lantas mengapa hal ini terjadi? Padahal tiap lembaga pendidikan pasti memiliki potensinya sendiri-sendiri. Parahnya, potensi itu dibiarkan begitu saja sehingga menimbulkan “endapan/sedimentasi” potensi yang berlapis-lapis. Jika hal itu didiamkan, maka dampak yang akan terasa adalah menurunnya produktivitas kerja, status lembaga yang “diam di tempat” tanpa ada progress, menurunnya kepercayaan publik terhadap lembaga pendidikan tertentu, sehingga enggan untuk menyekolahkan anaknya ke lembaga itu, perilaku belajar anak didik yang “menunggu diperintah”, kurangnya gairah untuk mengembangkan kemampuan diluar jam kuliah, dsb..
Untuk mempersiapkan segala perbaikan itu, diperlukan sikap proaktif dari seluruh civitas akademika dalam upaya mengeksploitasi dan mengeksplorasi potensi sebuah lembaga pendidikan, yang nantinya akan memicu sinergi sehingga membuat lembaga menjadi “naik daun” dalam kancah dunia pendidikan. Ada beberapa upaya yang telah dilakukan oleh lembaga pendidikan tinggi untuk mewujudkan “kemandirian berkreativitas” ini. Salah satunya adalah program pelatihan bagi mahasiswa aktif dan fresh graduated. Sebagai contohnya adalah pelatihan yang digagas oleh IPB Bogor yaitu I-STEP (Intensive-Student Technopreneurship Program).
Program ini dibuat untuk memfasilitasi ide-ide untuk mengatasi berbagai permasalahan masyarakat yang berkenaan dengan lingkungan, air, Sumber Daya Manusia (SDM), pangan, dll. yang kemudian direalisasikan dalam format kewirausahaan yang berbasiskan teknologi (technopreneurship). Dengan digiatkannya program pelatihan seperti ini, maka akan menjadi wadah bagi peserta untuk menciptakan dan mengembangkan produk teknologi yang berdaya jual dan bermanfaat. Sehingga konsep/paradigma yang dibentuk adalah “Bagaimana menciptakan lapangan pekerjaan?”, bukan “Bagaimana mencari pekerjaan?”.
Dengan mind set : menciptakan lapangan kerja, maka setidaknya hal ini dapat mengurangi masalah-masalah bangsa yang kompleks, dan salah satunya adalah masalah pengangguran. Jika pada tingkat SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) siswa diajari untuk memiliki keterampilan dalam bekerja, pada level ini peserta difasilitasi untuk merealisasikan ide-idenya sendiri yang sebelumnya dilakukan penelitian-penelitian ilmiah terhadap ide-ide itu, sehingga dalam program ini dituntut adanya inovasi-inovasi orisinil yang dapat menyelesaikan suatu permasalahan.
Program pemberdayaan seperti ini memang sangat diperlukan, dalam rangka menciptakan suasana belajar yang kondusif sekaligus memberikan bekal kewirausahaan secara profesional. Sasaran yang ingin dicapai adalah, potensi peserta yang dulunya hanya sebatas “angan-angan”, maka dengan adanya program ini dapat diwujudkan dalam tindakan nyata. Program semacam ini juga merupakan wadah dan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan permasalahan yang sebelumnya belum terjawab, karena di tempat ini berkumpul technopreneur yang sanggup berkompetisi dalam dunia kerja.
Output dari program ini nantinya dapat “ditularkan” kepada masyarakat kecil / menengah, sehingga terjadi proses kemandirian oleh masyarakat untuk berkarya dan dapat membentuk kelompok usaha kecil dan menengah, yang tentunya melalui tahapan survey dan pengarahan terlebih dahulu. Jadi slogan tridarma perguruan tinggi tidak hanya melulu direalisasikan melalui program KKN (Kuliah Kerja Nyata) yang sifatnya sementara, namun harus menjurus kepada hal yang sifatnya kemandirian masyarakat.
Sistem pendidikan kita harus menuju kepada tataran realisasi keilmuan. Dengan melibatkan peserta didik, itu artinya lembaga pendidikan sanggup membuat rangsangan psikomotorik kepada mereka. Penyampaian materi belajar yang sebatas tekstual-teoritis, hanya menyentuh sisi kognitif saja. Sedangkan pada dunia nyata, kognitif-psikomotorik+afektif merupakan landasan utama peserta didik untuk dapat bersaing di dunia kerja. Dengan menetapkan porsi belajar yang proporsional (baca : kurikulum), setidaknya konsep yang ditawarkan sanggup untuk menyelesaikan permasalahan kompleks terkait lulusan/alumni. Sehingga tanggung jawab sekolah tidak hanya sebatas memberikan transfer pengetahuan, namun juga sanggup mempersiapkan ladang pekerjaan yang sesuai.
Semoga beragamnya potensi yang dimiliki oleh anak didik tidak selamanya mengendap atau bahkan terkubur. Sebagai wadah pendidikan, tentunya harus lebih peka melihat arah dan tujuan dari keberlangsungan pendidikan kedepannya (visi). Selain memberikan transfer ilmu pengetahuan, juga harus mampu memfasilitasi ide/terobosan anak didik yang nantinya dapat dikembangkan pada sektor kewirausahaan berbasis keilmuan, yang berdaya guna bagi anak didik khususnya, dan bagi masyarakat umumnya (misi).
Oleh karena itu, diperlukan adanya kesungguhan dan kerjasama oleh seluruh elemen yang memiliki kesamaan visi dan misi diatas, dalam upaya peningkatan mutu dari sebuah lembaga pendidikan. Harapan-harapan itu akan terbentuk secara sendirinya jika ada hal-hal kecil yang mulai dilakukan oleh lembaga pendidikan, yaitu harus mampu melihat dan menggali semua potensi anak didik secara realistis dan bertahap.


*) penulis adalah staff pengajar di UNIRA Pamekasan Madura

Cetak Halaman Ini

Posting yang Berkaitan



Anonim mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.